Isnin, 4 Julai 2016

Hadits Shahih dan Hadits Hasan

Mengenal Hadits Shahih dan Hadits Hasan

Dasar Agama islam yang mulia ini adalah AlQur’an dan Hadist nabi sholallahu ‘alaihi wasallam. Artinya, segala bentuk keyakinan, amalan dan perbuatan seorang manusia haruslah mencocoki apa yang terdapat dalam AlQur’an dan Hadist nabi sholallahu ‘alaihi wasallam. Menurut sisi kuat-lemahnya, maka hadist dibagi menjadi 2 yaitu hadist yang diterima sebagai hujjah (hadist shahih dan hadist hasan) serta hadist yang ditolak/tidak bisa dijadikan hujjah (hadist dhoif dan teman-temannya).
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata,
لا يجوز أن يعتمد فى الشريعة على الأحاديث الضعيفة التى ليست صحيحة ولا حسنة
“Syari’at ini tidak boleh bertopang pada hadits-hadits lemah yang tidak berkategori shahih dan hasan.” (Majmu’ al-Fatawa 1/250).
Maka pada kesempatan kali ini, penulis mencoba untuk menjelaskan secara ringkas tentang hadist shohih dan hadist hasan, dengan harapan kita semua tidak sampai mengamalkan hadist-hadist yang tertolak yang tidak terpenuhi syarat-syarat hadist hasan dan hadist shohih. Semoga bermanfaat..
Hadist Shohih
   أَوَّلُهَا الصَّحِيحُ وَهُـوَ مَا اتَّصَـلّْ    * إسْنَادُهُ وَلَمْ يَشُذَّ أَوْ يُعَـلّْ 
Pertama, hadits shahih yaitu yang bersambung sanad nya, tidak mengandung syadz dan ‘illat.
يَرْويهِ عَدْلٌ ضَـابِطٌ عَنْ مِثْلِـهِ    *      مُعْتَمَـدٌ فِي ضَبْطِهِ وَنَقْلِـهِ
Perawi nya ‘adil dan dhabith yang meriwayatkan dari yang semisalnya (‘adil dan dhabith juga) yang dapat dipercaya ke-dhabith-an dan riwayatnya.Dari matan Manzhumah Baiquniyyah diatas, maka dapat disimpulkan definisi hadist shohih adalah hadits yang bersambung sanadnya yang diriwayatkan oleh perawi yang adil dan dhabith sampai ke ujung mata rantai sanad tanpa adanya syadz dan ‘illat.
Definisi diatas adalah untuk hadist shahih lidzatihi. Sedangkan hadist shahih lighoirihi adalah hadist yang awalnya adalah hadist hasan lidzatihi, kemudian menjadi shohih  lighoirihi karena ada periwayatan dari jalur yang lain, hadist yang semisal atau yang lebih kuat darinya.
Syarat-syarat hadist shohih, antara lain :
  1. Sanadnya bersambung : artinya setiap perowi telah mengambil periwayatan secara langsung dari perowi di atasnya (sebelumnya) dari permulaan sanad hingga akhir sanad.
  2. Perowinya ‘Adil : artinya setiap perowinya terkenal memiliki sifat taqwa, menjauhi hal-hal yang tidak baik (dosa dan maksiat) dan menjauhi hal-hal yang mengurangi muru’ah (kehormatan diri) di mata manusia.
  3. Perowinya Dlâbith : artinya setiap perowinya hafalan nya kuat, memiliki pemahaman yang jeli, sangat baik dalam memahami berbagai permasalahan, memiliki ketetapan hafalan, dan mampu menjaga apa yang ia tulis semenjak ia menerima dan mendengar hadits tersebut sampai saat ia menyampaikan dan membawakan hadits tersebut.Dhabith itu ada 2 macam:
    1. Dhabith Shadr (hafal dalam hati) : kemampuan seorang rawi untuk menghafal apa yang telah didengar dengan sangat baik sehingga memungkinkan baginya untuk menyebutkan hadis itu kapanpun dikehendaki.
    2. Dhabit Kitab (hafal dengan bantuan kitab) : perawi yang menulis hadits pada suatu kitab sejak ia mendengarnya dan mengecek kebenaran hadits tersebut dengan gurunya, dan ia memelihara kitab tersebut dari orang-orang yang ingin merubah atau mengganti   kitab tersebut
  4. Terbebas dari Syudzûdz : artinya hadits yang diriwayatkan itu tidak masuk kategori syâdz.Syadz adalah riwayat perawi yang maqbul (diterima periwayatan nya) yang menyelisihi riwayat rawi lain yang lebih utama dari nya, baik dari segi jumlah atau dari segi ke-tsiqah-annya.
  5. Terbebas dari ‘illat : artinya hadits yang diriwayatkan tidak ada cacat atau ‘illat.’Illat adalah sebab yang merusak ke-shahih-an hadits yang secara lahir nampak shahih dan tanpa cacat. Cacat ini tidak dapat diketahui kecuali oleh orang yang mendalami ilmu yang mulia ini dimana mereka mengumpulkan semua jalur periwayatan dari hadist tersebut kemudian menyimpulkannya dengan ilmunya.
Bilamana salah satu dari lima syarat tersebut tidak terpenuhi, maka suatu hadits tidak dinamakan dengan hadits Shahîh.
Hadist Hasan
    وَالحَسَنُ المَعْروفُ طُرْقـاً وَغدَتْ  *   رِجَالَهُ لا كَالصَّحِيحِ اشْتَهَرَتْ   
Hadits Hasan adalah hadits yang jalur periwayatannya ma’ruf.. akan tetapi perawinya tidak semasyhur hadits shahih.
Ketika Syaikh Abussatar mendapati syair ini, beliau mengkritiknya dan berkata:
   وَالْحَسَنُ الْخَفِيْفُ ضَبْطًا إِذْ غَدَتْ   * اشْتَهَرَتْ هُ لا كَالصَّحِيحِ اشْتَهَ
           Hadits hasan adalah hadits yang ke-dhabith-an perawinya ringan dan perawinya tidak   semasyhur hadits shahih.
Dari matan diatas, maka dapat disimpulkan definisi hadist hasan adalah hadits yang bersambung sanadnya yang dibawakan oleh perawi yang adil namun ringan dhabithnya dengan tanpa syad dan ‘illat.
Definisi diatas adalah untuk hadist hasan lidzatihi. Sedangkan hadist hasan lighoirihi adalah hadist yang awalnya adalah hadist dhoif yang tidak parah, kemudian menjadi hasan  lighoirihi karena ada periwayatan dari jalur yang lain, hadist yang semisal atau yang lebih kuat darinya.
Jadi, perbedaan hadist hasan dan hadist shohih, hanya terletak pada satu sisi, yaitu rijal (perowi) hadist hasan tidaklah sama dengan rijal hadist shahih dalam masalah dhabth nya.
Beberapa lafadz ta’dil (komentar ulama ahli hadist) yang menunjukkan rijal (perowi) hadist hasan, diantaranya, Shaduq, la ba’sa bihi, ma’mun (dipercaya), tsiqah insyaallah, dan sebagainya
Hadist hasan shohih
Lalu, jika suatu hadist disebut hadist hasan shohih, apa maknanya?
Al Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah menjelaskan, jika hadist tersebut gharib (perawi hanya menyendiri dalam meriwayatkan hadits itu), maka makna hadist hasan shohih adalah keraguan ulama penilai hadits tersebut terhadap perawi yang menyendiri, apakah dia termasuk orang yang dhabith (bisa menjaga hadits, hafal) sehingga haditsnya dinilai shahih ataukah dia itu khafifu dhabth (lemah hafalannya) sehingga haditsnya dinilai hasan. Maka ungkapan tersebut (yakni hasan shahih) bisa ditafsirkan dengan makna “hasan atau shahih”.
Sedangkan jika hadist tersebut bukan hadist gharib, maka makna hadist hasan shohih adalah hadist yang salah satu  sanadnya berderajat shahih sedangkan yang sanad yang lain berderajat hasan, sehingga dua penilaian itu pun diberikan kepadanya berdasarkan pertimbangan kondisi kedua buah sanadnya
Ma’raji :
  1. Mengenal Kaedah Dasar Ilmu Hadist, penjelasan Al Mandhumah Al Baiquniyyah,Muhammad bin Ibrahim Khiraj As-Salafi Al-Jazairiedisi bahasa indonesia
  2. Ta’liqot al atsariyyah ‘ala mandhumatil baiquniyyah
  3. Konsultasisyariah.com artikel tentang ‘hadist hasan shohih’
[Ferdiansyah Arianto, Santri Ma’had Ilmi angkatan 2010 – 2012]